Notification

×

Iklan

Iklan

Publik Pertanyakan Transparansi Kejati Sumut atas Penghentian Penyidikan Empat Mantan Pejabat BTN Medan

Rabu, 31 Desember 2025 | Desember 31, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-12-31T07:08:05Z

 


MNI|MEDAN, SUMATERA UTARA — Keputusan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap empat mantan pejabat Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi kredit macet menuai sorotan luas dari publik dan kalangan praktisi hukum. Kebijakan tersebut dinilai menimbulkan pertanyaan serius terkait transparansi serta konsistensi penegakan hukum, terutama karena tiga terdakwa lain dalam perkara yang sama telah lebih dahulu diproses hingga ke persidangan dan dijatuhi vonis oleh Pengadilan Negeri Medan.

Sorotan publik kian menguat seiring minimnya informasi terbuka mengenai penghentian penyidikan terhadap empat tersangka tersebut. Padahal, kasus dugaan korupsi kredit Kredit Modal Kerja (KMK) BTN Medan sebelumnya menjadi perhatian luas masyarakat karena melibatkan sejumlah pihak, mulai dari unsur swasta, notaris, hingga internal perbankan milik negara.

Pelaksana Harian (Plh) Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut, Indra Hasibuan, sebelumnya membenarkan bahwa penyidik pidana khusus Kejati Sumut telah menerbitkan SP3 terhadap empat tersangka, masing-masing Ferry Sonefille, Ir Agus Fajariyanto, Aditya Nugroho ST, dan Ir R Dewo Pratolo Adji.

“Bahwa benar telah diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan terhadap empat tersangka dalam perkara kredit KMK BTN Medan. Penghentian penyidikan tersebut telah melalui mekanisme praperadilan di Pengadilan Negeri Medan,” ujar Indra Hasibuan kepada wartawan, Rabu (24/12/2025).

Dalam penanganan perkara ini, Kejati Sumut sebelumnya menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka. Mereka adalah Chanakya Suman dari PT KAYA, Elviera SH selaku notaris, Mujianto dari PT ACR, serta empat mantan


pejabat BTN Medan yang kemudian perkaranya dihentikan melalui penerbitan SP3.

Dari tujuh tersangka tersebut, tiga orang yakni Chanakya Suman, Elviera SH, dan Mujianto telah menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Medan. Chanakya Suman dan Elviera SH telah divonis bersalah dan menjalani hukuman pidana. Sementara Mujianto sempat dijatuhi vonis oleh PN Medan, namun melalui upaya hukum peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung, ia dinyatakan bebas.

Perbedaan perlakuan hukum terhadap para tersangka dalam satu perkara inilah yang kemudian memunculkan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Praktisi hukum Muslim Muis, SH, secara terbuka mempertanyakan dasar hukum serta keterbukaan Kejati Sumut dalam menerbitkan SP3 terhadap empat mantan pejabat BTN Medan tersebut.

Menurut Muis, publik nyaris tidak memperoleh informasi resmi terkait penghentian penyidikan tersebut, baik melalui konferensi pers maupun pemberitaan terbuka di media cetak, elektronik, dan daring.

“Apakah memang penyidikannya sudah dihentikan? Setahu saya, tidak ada pemberitaan terbuka terkait SP3 terhadap empat tersangka ini. Padahal ini perkara besar dan menjadi perhatian publik,” ujar Muis.

Ia menilai, penghentian penyidikan terhadap sebagian tersangka dalam satu perkara yang sama berpotensi menimbulkan kesan ketidakadilan. Pasalnya, tiga tersangka lainnya diproses hingga ke meja hijau dan dijatuhi hukuman, sementara empat lainnya tidak melanjutkan proses hukum ke tahap penuntutan.

Dalam pandangannya, perkara tindak pidana korupsi merupakan satu rangkaian peristiwa hukum yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan secara parsial tanpa penjelasan hukum yang komprehensif. Pemisahan penanganan perkara tanpa kejelasan alasan yuridis, menurutnya, berisiko melemahkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.

“Jika seseorang telah ditetapkan sebagai tersangka, berarti penyidik telah memiliki minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Maka ketika penyidikan dihentikan, publik berhak mengetahui apa dasar yuridis dan fakta hukum yang melatarbelakanginya,” tegas Muis.

Ia juga menyoroti fakta bahwa SP3 tersebut diterbitkan pada 27 Oktober 2023, namun informasi kepada publik baru mencuat jauh setelahnya. Kondisi ini dinilai semakin memperkuat persepsi bahwa penghentian penyidikan dilakukan tanpa keterbukaan yang memadai.

“Penghentian penyidikan secara diam-diam tentu menimbulkan tanda tanya besar. Aparat penegak hukum seharusnya menjelaskan secara terbuka agar tidak memunculkan spekulasi di tengah masyarakat,” katanya.

Muis berharap Kejati Sumut dapat memberikan penjelasan yang transparan dan akuntabel kepada publik, demi menjaga marwah penegakan hukum serta kepercayaan masyarakat terhadap institusi kejaksaan.

“Penegakan hukum yang adil bukan hanya harus dilakukan, tetapi juga harus terlihat dilakukan. Keterbukaan adalah kunci agar kepercayaan publik tetap terjaga,” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, Kejati Sumut belum memberikan keterangan lanjutan secara resmi terkait pertimbangan substantif yang menjadi dasar penghentian penyidikan terhadap empat mantan pejabat BTN Medan tersebut.Punkas,Tim.Saty

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update